Siasat mengatasi “doom spending” menurut psikolog

JAKARTA (PAY MEDIA) – Para psikolog mengingatkan bencana belanja atau belanja berlebihan bisa berbahaya jika tidak segera dikenali dan diatasi.

Psikolog Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Sc., Ph.D., mengatakan studi dari Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa orang yang mengeluarkan uang seringkali merasa stres, cemas, bosan atau kesepian.

“Bahaya sekali kalau tidak tahu ada uang yang dibelanjakan. Orang yang mengeluarkan uang sering kali mengalami stres, cemas, bosan, bahkan kesepian,” ujarnya saat dihubungi PAY MEDIA dari Jakarta, Kamis.

Menurutnya, orang yang berbelanja secara impulsif dan berlebihan seringkali ingin mencari kebahagiaan dengan mencari kebahagiaan atau kepuasan sementara.

Orang-orang ini mungkin menggunakan kesenangan yang didapat dari perilaku ini untuk menutupi rasa sakit atau masalah yang mereka hadapi.

Namun, kondisi ini juga dapat menyebabkan orang ingin terus melakukan perilaku yang mendatangkan kegembiraan dan kepuasan.

Oleh karena itu, Novi menyarankan agar mereka yang sepertinya tertimpa musibah, cobalah berlatih mencari kebahagiaan dan kedamaian dengan cara yang sehat.

“Orang yang bahagia bukanlah orang yang selalu bahagia, melainkan orang yang mempunyai hikmah dalam memaknai positif suatu peristiwa, baik itu bahagia maupun sedih,” ujarnya.

Novi mengatakan, kebahagiaan bisa datang dari melakukan hal baru atau mempelajari hal baru. Berhasil menyelesaikan kegiatan baru dan kegiatan belajar dapat mendatangkan kegembiraan.

Ia percaya interaksi dan hubungan baik dengan keluarga, teman, dan aktivitas sosial juga bisa mendatangkan kebahagiaan.

Kenikmatan dan kepuasan yang diperoleh secara alami dari kegiatan tersebut akan lebih bermakna.

“Jika orang bisa menemukan kebahagiaan sejati melalui kesadaran diri, mereka tidak akan mencarinya dengan mengejar dopamin,” kata Novi.

Dopamin adalah neurotransmitter yang membawa pesan dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya. Peran senyawa ini dalam fungsi otak meliputi kontrol motorik, suasana hati, pembelajaran, memori, dan pemecahan masalah.

Tingkat dopamin yang tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam pengendalian impuls. Akibatnya, seseorang mungkin melakukan perilaku yang kemudian disesalinya atau berperilaku agresif.

Psikolog Klinis, lulusan Universitas Indonesia, Ph.D. A. Kasandra Putranto mengatakan, menampilkan iklan dan konten di platform media sosial dapat memicu perilaku konsumen.

“Platform e-commerce dan periklanan digital dapat mendorong konsumsi digital,” kata Cassandra.

Ia menjelaskan, perlunya mengenali pemicu emosional yang membuat masyarakat melakukan belanja impulsif dan berlebihan, termasuk membeli barang atau jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan.

Untuk mencegah perilaku belanja impulsif dan berlebihan, masyarakat juga perlu menetapkan batasan dan prioritas pengeluaran serta mencari cara untuk mengelola stres dan emosi, lanjutnya.

“Tetapkan batasan pengeluaran berdasarkan prioritas dan pastikan Anda memiliki dana darurat untuk menutupi hal-hal yang tidak terduga,” ujarnya.

“Jika Anda merasa tidak bisa mengendalikan stres dan emosi, silakan mencari bantuan profesional,” tambahnya.

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *