Jakarta (PAY MEDIA) – Perkebunan kelapa sawit dinilai menawarkan potensi lahan untuk pengembangan tanaman pangan berkisar 1 hingga 1,5 juta ha/ha per tahun.
Ketua Rumah Kelapa Sawit Indonesia (RSI) Kakuk Sumarto mengatakan perkebunan kelapa sawit berkontribusi pada dua hal, yakni produksi bahan baku berupa kelapa sawit, serta sumber daya lahan yang bisa ditanami kelapa sawit lainnya. tanaman atau untuk keperluan pangan atau energi terbarukan. .
“Indonesia menghadapi tantangan besar dalam kemandirian pangan dan energi, saat ini dan di masa depan. Perkebunan kelapa sawit dapat menjawab tantangan tersebut tanpa harus membuka lahan baru,” ujarnya di Jakarta, Selasa.
Setiap tahunnya, terdapat potensi sekitar 1 juta hektar lahan dari siklus peremajaan kelapa sawit, yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman non-minyak atau tanaman penghasil pangan atau energi terbarukan.
Total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 16,2 juta hektar, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan siklus peremajaan kelapa sawit adalah 25 tahun. Pada saat yang sama, program revitalisasi tahunan mencakup sekitar 648.000 ha.
Potensi lahan yang tersedia untuk tumpang sari setiap tahunnya adalah 648.000 hektar atau 240 persen dari sekitar 1,5 juta hektar, sedangkan jika tidak berkurang maka akan menjadi 140 persen atau sekitar 1 juta hektar.
Jika sorgum ditanam di sana, potensi produksi tahunan lahan ini mencapai 8 juta ton (tidak termasuk lahan bera), namun jika lahan bera bisa mencapai 12 juta ton.
Jika lahannya ditanami singkong, potensi produksinya sekitar 45 juta ton per tahun (tidak termasuk lahan bera), namun jika lahan kosong bisa mencapai 70 juta ton.
Jika ditanam kedelai kultivar Grobogan bisa mencapai 2,9 juta ton jika tidak ditebang, namun jika ditebang berpotensi menghasilkan hasil 4,5 juta ton per tahun.
Kalau tanam jagung dapat 8 juta ton (kalau tidak tumbang), kalau tidak tumbang bisa mencapai 12,4 juta ton per tahun.
Kakuk mengatakan tumpang sari jagung, singkong, dan kedelai dilakukan di perkebunan kelapa sawit milik PT Paya Pinang Group di Sumatera Utara.
Menurut dia, permasalahan utama dari konsep optimalisasi lahan perkebunan kelapa sawit saat replanting adalah permasalahan pembeli atau pembeli sela.
Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah di sini untuk mengerahkan Perum Bulog untuk menyerap hasil tanaman sela tersebut, lanjutnya.
Namun jika tidak ada pihak yang bersedia menjadi pembeli, mereka menyarankan agar hasil panen hanya dikonsumsi oleh masyarakat sekitar kebun.
Dengan konsep ini, menurutnya, masyarakat sekitar kebun bisa menjamin ketahanan dan kemandirian pangan. Selain itu, mereka menikmati harga yang terjangkau karena biaya logistik dan masyarakat sekitar juga memiliki aktivitas ekonomi.
Menurutnya, konsep ini mempunyai efek ganda yang besar, karena menciptakan ketahanan perekonomian di pedesaan.
“Dengan mengoptimalkan sumber daya lahan kelapa sawit untuk mencapai kemandirian pangan, tidak perlu lagi membuka lahan baru,” ujarnya.