Jakarta (PAY MEDIA) – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu) dan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta menandatangani proyek pinjaman untuk koordinasi pengembangan pelabuhan perikanan Indonesia dan pasar ikan internasional.
Kepala Cabang Ekonomi Kedutaan Besar Jepang Wida Hajime dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, mengatakan proyek pinjaman pengembangan pelabuhan perikanan terpadu tersebut bernilai 15,45 miliar yen (1,6 triliun rupiah).
Proyek pinjaman tersebut ditandatangani oleh Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Indonesia, Abdul Kadir Jelani, dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi.
Menurut Uida, proyek pembangunan pelabuhan terpadu bertujuan untuk berkontribusi terhadap pembangunan sosial ekonomi berkelanjutan di wilayah setempat dan meningkatkan kuantitas hasil tangkapan yang dibawa ke pelabuhan perikanan setempat serta meningkatkan kualitas hasil laut.
Ude mengatakan, sejalan dengan swasembada pangan, prioritas utama pemerintahan Presiden RI Prabowo Subanto adalah mendukung pengembangan kawasan pelabuhan perikanan terpadu.
Menurut Ueda, Jepang akan mengkaji kelayakan delapan pelabuhan perikanan di Indonesia.
Banda Aceh, pelabuhan Aceh; Bagansiapiapi, Riau; Natuna, Kepulauan Riau; DKI Jakarta; Pekalongan, Jawa Tengah; Likupang, Sulawesi Utara; Biak, Papua, serta di Merauke, Papua bagian selatan.
Pinjaman proyek sebesar ¥15,545 miliar (Rs 1,6 triliun) diberikan dengan jangka waktu pembayaran 30 tahun dengan tingkat bunga tetap sebesar 1,8 persen (0,2 persen per tahun untuk porsi jasa konsultasi) dan masa tenggang 10 tahun.
Pada kesempatan yang sama, perwakilan Japan International Cooperation Agency (JICA) Sachiko Takeda mengatakan proyek pengembangan pelabuhan perikanan akan dilaksanakan mulai Desember 2024 hingga Februari 2032.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Kedutaan Besar Jepang pada Selasa menandatangani pertukaran nota untuk dua proyek pinjaman senilai total 38,693 miliar yen (Rp 3,9 triliun).
Proyek pinjaman tersebut adalah pinjaman sebesar 23,148 miliar yen (Rs 2,38 triliun) untuk zona pengurangan risiko bencana gunung berapi dan pinjaman sebesar 15,545 miliar yen (1,6 triliun) untuk pelabuhan perikanan dan zona pengembangan terintegrasi pasar ikan internasional. .
Ditanya mengapa lebih banyak minat terhadap proyek pembangunan pelabuhan perikanan dibandingkan proyek pengurangan risiko bencana vulkanik, Takeda mengatakan Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan memasuki era pendapatan menengah tinggi.
Pinjaman Proyek Area Pengurangan Risiko Gunung Berapi memiliki jangka waktu pembayaran 30 tahun dengan tingkat bunga tetap sebesar 1,6 persen dan masa tenggang 10 tahun.
Oleh karena itu, tingkat bunga pinjaman yang diambil dari Jepang untuk proyek pengembangan pelabuhan perikanan agak tinggi, kata Takeda. Katanya, suku bunganya lebih rendah dibandingkan yang lain.
Takeda yakin pinjaman ini akan membantu meningkatkan perekonomian Indonesia di masa depan.
Perusahaan Jepang JICA meminta Prabowo membantu proyek mereka di Indonesia