KPA DKI sosialisasikan HIV/AIDS demi akhiri stigma terhadap pengidap

Jakarta (PAY MEDIA) – Komite Pencegahan AIDS (KPA) Provinsi DKI Jakarta berkomitmen terus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang HIV/AIDS untuk mengakhiri stigma dan diskriminasi di kalangan terdampak.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Bidang Pendayagunaan dan Pencegahan KPAP DKI Jakarta Taufik Alief Fuad di Jakarta, Rabu, mengatakan sosialisasi harus terus dilakukan karena masih adanya permasalahan stigma dan diskriminasi yang mampu mempengaruhi para terdampak agar tidak mengontrol diri dan mengungkapkan permasalahannya. kondisi.

Oleh karena itu, ia berharap adanya dukungan dan partisipasi seluruh sektor Pentahelix yaitu pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan media, untuk terus melanjutkan inklusi sosial tentang HIV/AIDS dan menghilangkan stigma dan diskriminasi di masyarakat.

Taufik kembali menegaskan, salah satu hal yang harus dicapai jika ingin menghentikan penyebaran HIV/AIDS adalah menemukan mereka yang terdampak. Ia memperkirakan saat ini terdapat sekitar 85.000 pengidap HIV/AIDS di DKI Jakarta.

“Upaya (penelusuran kasus) yang dilakukan baru menemukan sekitar 45.000 orang yang terkena dampak,” ujarnya.

Selain itu, salah satunya adalah sosialisasi yang dilakukan KPA DKI Jakarta di Rumah Tahanan (Rutan) Tingkat I Cipinang, Jakarta Timur. Di sini mereka mengadakan diskusi dengan topik “Kesetaraan hak bagi semua orang, bersama-sama kita bisa melakukannya”.

Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan Komite Kerja Daerah (SKPD), organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), komunitas, media dan narapidana lembaga pemasyarakatan (WBP) Lapas Klas I Cipinang.

Kegiatan ini merupakan puncak perayaan Hari AIDS Sedunia (HAS) 2024 di DKI Jakarta.

Kepala Rutan Tipe I Cipinang, Irwanto Dwi Yhana Putra mengaku bangga dengan Rutan Tipe I Cipinang, dan mengatakan pihak pengelola Rutan tetap berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pelayanan di bidang kesehatan, termasuk pelayanan kepada masyarakat. rakyat. Hidup dengan HIV/AIDS tanpa stigma atau diskriminasi.

Untuk meningkatkan pelayanan, WBP kemudian membentuk petugas medis relawan bernama SOS Ruci di rutan untuk membantu petugas memantau status kesehatan rekan-rekan WBP-nya.

Irwanto mengatakan para WBP belajar banyak keterampilan dan pengetahuan medis sebelum dikukuhkan menjadi relawan SOS Ruci. Dengan cara ini, mereka tidak hanya memantau kondisi kesehatannya tetapi juga dapat memberikan pertolongan pertama jika diperlukan.

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *